oleh Made Teddy
Artiana, S. Kom
Untuk mereka
generasi sekarang ini, tentu tidak banyak yang tahu serial komedi lawas berikut
: Who’s The Boss. Serial TV yang dibintangi Tony Danza, Judith Light dan Alyssa
Milano ini dapat dikatakan sangat sukses pada zamannya. Ia bercerita tentang
‘hubungan aneh’ antara pembantu rumah tangga –yang kebetulan duda beranak satu-
dengan majikannya, seorang janda beranak satu pula. Dikatakan aneh, karena
hubungan keduanya sedemikian komplek sehingga tak jelas lagi siapa majikan dan
siapa pembantu. Jelas interaksi antar kedua pihak yang bingung ini, mengundang
gelak tawa.
Memang lucu,
tapi jika direnungkan lebih dalam, lelucon Who’s The Boss sangat relevan. Kini
tengoklah sejenak hidup kita. Bukankah hiruk-pikuk pengejaran akan kesuksesan,
kekayaan dan eksistensi diri sering menimbulkan dampak lupanya kita pada “siapa
Boss yang sebenarnya” dalam hidup ini. Seolah-olah seluruh uang yang
mengelilingi kita, pencapaian, orang-orang disekitar kita, bahkan diri kita ini
adalah milik kita sendiri. Seolah-olah semuanya ini berada digengaman kita, dan
semuanya itu akan tetap disitu sampai selama-lamanya. Ini aku. TUHAN, siapa
tuh?
Tengoklah
doa-doa ‘sok boss’ itu.
“Tuhan kami mau makan, berkati makanan ini!”
“Tuhan, kami
akan kesana, lindungi kami!”
“Tuhan, inilah
cita-cita kami, berkati!”
Luar biasa!
Hingga bencana
serupa Gunung Sinabung, banjir bandang Menado, Tsunami, tanah bergeser, dan
sebagainya itu sekonyong-konyong datang menyeruak. Mengagetkan, merampas hidup
dan segala sesuatu didalamnya dari depan hidung kita. Entah apa alasan dibalik
semua itu, tak ada pendapatan seorangpun dapat menghakiminya. Apakah ini
hukuman ataukah ujian semata ? Tidak ada yang kelewat berani memastikannya.
Tapi satu hal
yang begitu jelas : semua itu diijinkan oleh TUHAN untuk terjadi. Dan ketika
terjadi, serta merta semua mata membelalak. Bibir kelu. Dada-dada busung
menciut. Pandangan sombong tengadah pun jadi tertunduk berhiaskan wajah pucat
pasi. Kini, mulai jelas sudah siapa Pemilik semuanya. Uang, harta, anak, orang
tua, teman bahkan nyawa kita, ternyata bukan milik kita. Who’s The Boss pun
kembali diingatkan.
Walaupun
terkesan kejam, pahit dan otoriter, namun adalah sah-sah saja jika Sang Pemilik
melakukan apa yang ia suka terhadap miliknya sendiri. Apapun itu, Beliau jauh
lebih tahu. Sebuah peringatan bagi semua manusia yang punya mata, telinga dan
hati. Ternyata kita semua hanya sekedar menumpang di dunia ini.
Penumpang-penumpang yang seringkali sombong dan melupakan statusnya : lahir
telanjang, kembali pulangpun dengan telanjang.
Itu tentu saja
berarti, kalau sampai sekarang kita masih bisa tidur dengan aman, cukup makan,
menonton televisi dengan nyaman, tak terlalu sulit untuk tersenyum, sehat,
bahagia, dikelilingi keluarga dan teman, itu semua ‘semata-mata’ karena belas
kasihan-Nya. Kasih karunia Sang Khalik lah yang membuat kita ada sebagaimana
kita adanya hari ini. Jika demikian, ada baiknya setiap pagi kita awali dengan
sujud syukur akan segala nikmat dan kebaikan-Nya dalam hidup kita. Segala
hormat dan kemuliaan bagi Sang Raja, The One and Only Boss, dari
selama-lamanya, sampai selama-lamanya. Amin. (*)
"Ya TUHAN, beritahukanlah
kepadaku ajalku, dan apa batas umurku,
supaya aku mengetahui betapa
fananya aku!
Sungguh, hanya beberapa telempap
saja Kautentukan umurku;
bagi-Mu hidupku seperti sesuatu
yang hampa.
Ya, setiap manusia hanyalah
kesia-siaan.
Ia hanyalah bayangan yang
berlalu!
Ia hanya mempeributkan yang
sia-sia
dan menimbun, tetapi tidak tahu, siapa yang meraupnya
nanti.
Dan sekarang, apakah yang
kunanti-nantikan, ya Tuhan?
Kepada-Mulah aku berharap.
...
Dengarkanlah doaku, ya TUHAN,
dan berilah telinga kepada
teriakku minta tolong,
janganlah berdiam diri melihat air mataku!
Sebab aku menumpang pada-Mu,
aku pendatang seperti semua nenek moyangku.
Alihkanlah pandangan-Mu dari
padaku,
supaya aku bersukacita sebelum
aku pergi dan tidak ada lagi!"
(Mazmur Raja Daud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar