Minggu, 12 Oktober 2014

Balada Burung Pipit


Oleh :  Made Teddy Artiana



Melihat burung pipit riang berloncatan di pepohonan kian jadi pemandangan langka di kota besar seperti Jakarta. Lebih mudah tentunya menemukan mereka di pasar burung. Berjejalan dalam kandang sempit, dicat warna-warni, siap untuk dijual.

Karena ukuran tubuh yang kecil, posisi burung pipit terbilang rendah dalam rantai makanan. Mereka berada diantara biji-bijian sebagai makanan utama mereka, dan hewan  pemangsanya.

Saat terbang di udara misalnya, selalu ada kemungkinan Elang akan memangsa mereka. Jika hinggap di pepohonan, ular siap mencaploknya. Ketika mereka mencari makan di daratpun, maka kucing dan hewan lain siap menerkam. Belakangan, manusiapun ikut-ikutan mengancam kehidupan mereka.

Jika kalajengking memiliki racun di ekornya, kepiting memiliki capit, bahkan lebah punya sengat beracun, maka burung Pipit jelas tanpa senjata. Cukup menyedihkan. Namun tengoklah sebuah pernyataan agung berikut..

“Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?”

Resep kekuatiran yang diberikan Kristus memang simple namun efektif. Ia melibatkan manusia, bunga bakung dan burung di udara. Mengharukan bagi para burung (terutama burung pipit), sekaligus memalukan bagi kita. Satu-satunya mahluk yang dibuat khusus dengan jari-jemari Allah, namun sekaligus mahluk yang paling sering kuatir.

Kitab Lukas lebih detail dalam melukiskan perbandingan harga burung pipit dan manusia.

“Bukankah burung Pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekorpun daripadanya dilupakan Allah, bahkan rambut dikepalamupun terhitung semuanya. Karena itu janganlah takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung Pipit. ”


Jika Anda masih penasaran, silakan cek harga terkini burung pipit di pasar burung terdekat, namun untuk harga manusia, Alkitab jelas memajangnya : seharga Yesus Kristus, Sang Firman yang menjadi manusia. Jadi sangat masuk akal jika kemudian Yesus mengajar kita hidup dalam kepercayaan penuh akan pemeliharaan agung dari Allah Bapa (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar