Oleh
: Made Teddy Artiana, S. Kom
Keduanya
memiliki persamaan : sama-sama banyak. Bahkan lebih dari sekedar banyak. Jika
hanya jumlah yang ingin digarisbawahi, jelas simbolisnya sama. Mereka berjumlah
misterius alias tak terhitung.
“Keturunanmu
akan sebanyak pasir di laut dan bintang di langit”. Demikian nubuatan yang
dipastikan terjadi bagi keturunan lelaki tua itu.
Pasir
memang sebanyak bintang. Namun ada perbedaan yang signifikan diantara keduanya
: pasir di bawah, langit di atas.
Yang pertama
diinjak-injak, yang kedua menjadi pandu.
Yang satu redup tak
terlihat, yang lain gemerlapan menarik perhatian.
Jika
aku kemudian terhisap lalu terhitung sebagai keturunan Abraham, sang lelaki tua
itu. Maka satu hal yang tersisa dan tentunya harus mendapat jawaban tegas : apakah
aku termasuk pasir atau bintang?
Tapi
tunggu...
Seingatku
seorang laki-laki lain yang jauh lebih muda di jaman yang jauh berbeda
mengatakannya dengan cara yang berbeda : “Kamu adalah terang dunia!”. Ia
mengawalinya dengan begitu jelas dan tegas.
“Kota
yang terletak diatas bukit, tidak mungkin tersembunyi! Karena orang tidak
menyalakan pelita lalu menaruhnya di bawah gantang, tetapi diatas kaki dian..”
Sepintas
lalu mungkin tidak ada hubungannya dengan pasir dan bintang. Namun demikian, kucoba untuk memperhatikannya
dengan lebih teliti.
Ia
bicara soal “kumpulan”. Kota-walaupun tidak sebanyak bintang.
Ia
juga bicara tentang “ketinggian”. Bukit- walaupun tidak setinggi langit.
dan
terakhir..
Ia bicara
soal “terang”. Pelita- walaupun tidak segemerlap bintang.
Dari
“bintang di langit” kepada “kota diatas bukit”. Yesus Kristus, sama sekali tidak sedang menurunkan ‘standar’
keturunan nenek moyangnya, Abraham. Ia membawa ide itu dalam keseharian manusia.
Menjadi sesuatu yang terjangkau oleh nalar manusia. Membuat ide tentang bintang itu menjadi sangat
mungkin.
Ternyata
isu sentralnya bukan pada persoalan “jumlah” semata, namun kualitas.
Jadi
aku rasa pertanyaan “Apakah aku termasuk bintang ataukah pasir?” tidak perlu
kujawab. Jauh lebih penting jika aku
putuskan saja sekarang. Bahwa aku harus jadi bintang di langit,
serendah-rendahnya..jadi kota bercahaya di atas bukit.
Amin!
(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar