Oleh : Made Teddy Artiana, S. Kom
Awalnya, ia
hanya seutas benang. Faktanya, bahkan ia jauh beribu-ribu lebih halus dari
benang yang kita tahu. Tipis, kecil, tak terlihat dan terabaikan.
Namun begitu,
yang aneh adalah setiap kita melakukan sesuatu yang sama, ia menebal. Melakukan
sekali lagi, iapun kembali menebal sekali lagi. Pengulangan menebalkan sekaligus
menguatkan benang yang tadinya hanya seutas itu.
Sehari,
seminggu, sebulan, setahun..benang itupun semakin kuat.
Setelah kuat,
benang itu segera menunjukkan kekuasaannya. Mereka (karena tidak lagi sehelai)
mengontrol kehidupan seseorang, tanpa disadari. Menguasai cara berkata-kata,
bertindak, bahkan setiap reaksi terhadap sesuatu.
Kekuasaan
merekapun beragam, ada yang positif dan memuliakan, namun ada pula yang
negatif, mengungkung, memperbudak, menjerumuskan. Semuanya tergantung penguatan
yang dilakukan tuannya. Di titik inilah mereka bisa jadi ‘senjata pamungkas’
atau ‘senjata makan tuan’. Sekali lagi, semua ditentukan oleh kita, tuannya.
Benang itu
adalah : neuro (syaraf) kita.
Jalinannya
yang kuat membentuk ‘kebiasaan’ kita. Akhirnya bermuara pada ‘karakter’. Kita
adalah Sang Tuan, yang lewat pengulangan sikap, cara berpikir, reaksi dan
sensasi, menyebabkan mereka 'berkembak-biak'. Menebal, menguat kemudian
menguasai.
Menjadi
demikian otomatis namun jika disadari, proses menenunnya ternyata jauh dari
otomatis.
Satu kata,
satu tatapan, satu senyum ramah, satu kepedulian, satu kebaikan, satu
pengorbanan, satu ketulusan, satu amarah, satu dusta, satu kelicikan...selalu
berupa penguatan. Selalu.
“The beginning of a habit is like an
invisible thread, but every time we repeat the act we strengthen the strand,
add to it another filament, until it becomes a great cable and binds us
irrevocably, thought and act” (Orison
Swett Marden)
(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar