Minggu, 12 Oktober 2014

Antena Berkarat


oleh Made Teddy Artiana, S.Kom



Malam itu, acara menonton televisi dirumah kami agak terganggu. Ribuan semut memenuhi layar televisi kami.  Belum lagi bunyi kresek-kresek tak jelas mengganggu telinga. Ini jelas agak aneh, padahal tiga hari yang lalu, setidaknya 90% dari gambarnya masih dapat kami nikmati. Alhasil, program hiburan favorit yang telah ditunggu-tunggu menjadi sama sekali tidak menghibur. Malam yang seharusnya indahpun, perlahan tapi pasti jadi menjengkelkan.

Jelas bukan salah stasiun televisi. Mereka tentu tetap memancarkan sinyalnya sedemikian rupa. Apalagi tawa riuh tetangga memberitahu kami bahwa televisi mereka baik-baik saja. Kesalahan bukan terletak pada stasiun televisi, bukan juga pada pemancarnya, apalagi pada televisi di ruang keluarga, kesalahan ada pada antena televisi kami. Entah apa penyebabnya antena kami lebih cepat berkarat dari yang seharusnya.

“Begini nih kalau beli antena China!”, timpal salah satu dari antara kami menyalahkan.

Aku sendiripun tidak mengingat dengan pasti, apakah benar antena yang kami beli memang import dari China.

Ucapan itu lebih dari sekedar mencari kambing hitam untuk menyalurkan kekesalan. Lagu lama manusia : mau benar atau salah, yang penting buang sampah.

Namun jika dipikir-pikir, betapa hidup kita seringkali sangat mirip dengan Si Antena Berkarat itu. Cukup banyak penderitaan, pergumulan dan masalah yang timbul hanya karena salah memutuskan.

Kita mengira TUHAN diam jauh disana tak peduli, padahal diri-diri kitalah yang tidak pernah mau mendengar-Nya. Ribuan kali bertanya dan mengeluh lewat doa. Kita kira, Ia Sang Pemberi Petunjuk diam seribu bahasa, padahal telinga inilah yang tak mampu mendengar akan suara Surga.

Dunia membutakan mata hati kita, hingga tak mampu melihat kebaikan Nya. Lalu hidup terasa kian sulit. Kehidupan yang seharusnya indah, malah berbalik menghajar kita hingga lebih dari sekedar babak belur. Berputar-putar kelelahan. Compang-camping mengenaskan.

Jelas itu bukan takdir kita. Kita adalah kalifah, pemimpin. Rahmat bagi semesta alam. Bahkan lebih dari itu semua : biji mata TUHAN. Sepertinya semua orang tahu persis betapa berharganya mata.
TUHAN yang Maha Kasih itu dapat dipastikan tetap setia. Tidak hanya menunggu, namun dengan segala inisiatif yang proaktif. Pasti tak terhitung jumlahnya, IA sudah dan selalu berusaha mengarahkan kita menuju kehidupan yang penuh dengan segala kebaikan dan rahmat.

Ternyata memang sesuatu harus dilakukan. Sesuatu yang memang merupakan porsi kita. Dan sesuatu itu adalah : membersihkan diri dari segala karat. Sehingga kita tidak salah pilih, tersesat kemudian menderita, bukan  karena tidak dikasihi, bukan karena ditinggalkan, namun hanya karena berkarat.

Seperti yang tertulis dalam kitab suci, tangan TUHAN tentu tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya pastilah tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kita dan Beliau ialah segala kejahatan kita, dan yang membuat Dia seperti menyembunyikan diri terhadap kita, sehingga Ia seolah tidak mendengar, ialah segala dosa-dosa kita.

Jadi, satu-satunya cara untuk merasakan kehadiran-Nya, secara penuh mengalami kebaikan hidup, membuat kasih TUHAN yang mesra memeluk kita lalu mengalir bebas, menyelesaikan segala perkara, sehingga kita dapat menikmati surga di bumi, sekarang dan surga di surga, nanti adalah : membersihkan diri kita sebersih-bersihnya.
 (*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar