Minggu, 12 Oktober 2014

“Aaaauuuuuuuuuuuuuuwwwwww...!”

Oleh : MTA


Tidak ada alunan musik. Cahaya ruangan terasa temaram, lantaran lampu sudah ada yang dipadamkan. Bangku resto sudah terlihat banyak yang kosong. Di beberapa sudut malah kursi sudah naik dan tersusun rapi di atas meja. Makan malam kami kali ini memang terbilang agak terlambat. Untunglah beberapa orang masih terlihat menunggu pesanan. Tiba-tiba...

“Aaaauuuuuuuuuuuuuuwwwwww...!”
“Aaaauuuuuuuuuuuuuuwwwwww...!”
“Aaaauuuuuuuuuuuuuuwwwwww...!”

Suara lolongan serigala terdengar bergema.

Karyawan dan pengunjung resto mendadak sontak terperanjat. Reaksi mereka beragam. Ada yang mengelus dada mengisyaratkan kekagetan. Ada pula yang menutup telinga dengan kedua tangan, sambil ngedumel takut bercampur kesal. Sebagian mereka mengernyitkan dahi. Mereka semua celingukan mencari sumber suara yang merusak suasana resto.

Sementara itu, disalah satu sudut ruangan, terhalang oleh tiang, seorang anak kecil berwajah jenaka. Di tangan mungilnya tampak gadget. Mata terpejam, mulut dimonyong-monyongkan dan gerakan leher naik turun, meniru ‘bahasa tubuh’ serigala yang melolong. Diselilingi tawa cekikan geli bocah yang tak perduli sekitar.

                Dua penafsiran bertolakbelakang tentang lolongan serigala.
            
    Cobalah meluangkan waktu mengintrospeksi diri. Maka kita akan menemukan betapa kita sering tidak sadar ‘derajat ketercemaran’ kita sendiri. Faktanya, setelah puluhan tahun hidup, kita telah terisi tidak melulu hal-hal baik yang memberdayakan, namun juga hal-hal yang sama sekali tidak memberdayakan yang seringkali bahkan tidak teruji kebenarannya. Tidak hanya tahayul namun juga keyakinan-keyakinan yang tidak keliru tentang hidup, identitas diri, sesama, bahkan Pencipta. Sampah yang tertelan lalu tersimpan rapi di bawah sadar kemudian membebani kehidupan kita selanjutnya.

Raja Daud penulis kitab Mazmur yang termasyur itu, pernah memohon kepada TUHAN , berkenaan dengan hal tersebut : “Siapakah yang mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari yang tidak kusadari”.

Sebuah kebenaran hakiki bahwa hanya Sang Pencipta yang sanggup membersihkan kita secara tuntas terhadap segala bentuk ketercemaran. Sayangnya hanya segelintir orang yang menyadari hal itu. (*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar