Minggu, 12 Oktober 2014

"Bersyukur, bersyukur dan bersyukur"

"Bersyukur, bersyukur dan bersyukur"
Oleh : Made Teddy Artiana



Kalimat diatas bukan kalimatku sendiri. Aku mendengarnya diucapkan oleh gembala kami, Pak Aris. Intonasi pengucapan beliau, membuat kalimat sederhana menempel di kepalaku, dan selalu terngiang-ngiang, seolah-olah beliaulah yang mengucapkannya berulang-ulang kepadaku.

Bersyukur..ya bersyukur. Tidak hanya alkitab dan kalangan gereja, agama lain dan psikologi modern mengenal kata itu. Ada yg mengartikannya untuk menarik energi positif. Ada punya yang mengartikan, bahwa jika kita bersyukur..maka nikmat, berkat dan rejeki kita akan bertambah. Dan lain sebagainya...

Namun aku lebih menyukai bersyukur, tetap dalam pengertian : berterima kasih dan merasa puas. Tanpa embel-embel lain.

Di dalam Mazmur tertulis : "Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku; ..."

Walaupun demikian bersyukur memang harus kita lakukan bukan demi kepentingan Allah. Allah tidak bermasalah dengan ego, sebagaimana dengan kita manusia. Jika kita memberi sesuatu kepada seseorang, kita tentunya 'menginginkan' orang itu mengucapkan : terimakasih. Jika tidak, tentunya kita serta-merta mencap orang itu sebagai orang yang tidak tau terimakasih.

Hal yang sama tidak berlaku dalam diri Allah. Ia..sekali lagi..tidak bermasalah dengan ego pribadi. Dari mana kesimpulan itu aku peroleh..tengoklah bagaimana indahnya Yesus mengatakan hal itu dengan cara lain: "Bapamu menurunkan hujan, bukan hanya untuk mereka yang baik, tetapi juga untuk mereka yang jahat(tidak tahu terima kasih)".

Bersyukur (merasa puas) itu baik untuk manusia.(Titik)

Karena ada dua kutub yang kerap kali tarik-menarik dengan begitu kuatnya. Kebutuhan dan keinginan. Kendati TUHAN menjamin mencukupi kebutuhan kita, namun untuk 'keinginan' Ia tidak menjaminnya. Bukan karena Allah kekurangan kuasa, namun karena manusia sering kali tidak dapat mengetahui mana keinginan yang baik, mana yang buruk.

Sementara Iblis sering kali bekerja mendompleng keinginan-keinginan manusia(walau tidak selalu).

Jadi bersyukur (merasa puas) adalah satu-satunya alat rem yang ampuh, sehingga hidup kita tidak bablas, lalu nyungsep ke jurang keinginan.

Bersyukur membuat mata kita terarah kepada apa yang ada di tangan ini, sehingga pandangan kita tidak melayang ke awan-awan.

Bersyukur adalah moment kontemplasi yang mesra, yang membuat kita sadar dan menemukan Allah lengkap dengan seluruh kekuatan kasih setianya. Karena Allah sangat susah kita temui dalam hiruk-pikuk keinginan kita.

Bagaikan prasasti "Ebenhaezer" yang didirkan orang Israel sebagai pengingat : sampai disini TUHAN masih menyertai kita.

Dan yang terakhir..Bersyukur adalah senjata..untuk melumpuhkan kekuatiran. Karena kita manusia tidak pernah akan sanggup mengalahkan kekuatiran, tanpa bersyukur kepada Allah.

Ketika kita tulus bersyukur, mengucap terima kasih dan merasa cukup..(Tanpa embel2 apapun dibelakangnya)...maka ketulusan itu akan menyirami iman dan kesadaran kita akan betapa berharganya kita di-mata Allah..sehingga Iblis dengan seluruh hama kekuatiran akan segera lisut dan kehilangan kekuatan mereka.

Seperti Mazmur Daud, tentang TUHAN gembala yang baik :
TUHAN adalah gembalaku,aku sudah tidak memerlukan apapun lagi.

Maka...bersyukur..bersyukur dan bersyukurlah..

(*) ditulis pada saat menemani istri tercinta berbelanja di pasar tradisional Kramat Jati. Saat harga2 melambung tinggi akibat Lebaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar