Minggu, 12 Oktober 2014

Tulus seperti Merpati. Cerdik seperti Ular. Sabar seperti Serigala.

Oleh : Made Teddy Artiana, S. Kom



Dua kalimat pertama, pasti cukup akrab di telinga. Yesus Kristus yang mencuatkan analogi unik itu. Akan tetapi "Sabar seperti Serigala?" gak salah tuh? Memang, kalimat terakhir tidak ada di Alkitab.

Serigala memang terlanjur di posisikan sebagai binatang yang menyeramkan. Terutama oleh film-film Hantu, lolongan "aaauuuuwww..auuw..auuuww!" Serta merta ditujukan pada hal-hal mengerikan. Entah itu ‘Werewolf’ atau sekedar ‘memberi kode’ hantu lewat.

Namun beberapa fakta tentang Serigala cukup mengagetkan. Betapa hewan buas ini dikaruniai sebuah senjata yang luar biasa oleh Sang Pencipta bernama : kesabaran.

Serigala tidak memiliki kekuatan macam Singa, atau kecepatan bagai Citah, keperkasaan laksana buaya, atau taring mematikan seperti Harimau. Itulah yang membuat  ia dan gerombolannya akan sabar mengamati buruan yang seringkali jauh lebih hebat dari dirinya. Pengamatan ini bisa memerlukan waktu berhari-hari. Sekelompok Serigala begitu sabar mengamati sekelompok Bison selama berhari-hari, untuk sungguh-sungguh menemukan Bison mana yang tepat untuk dijadikan target sasaran. Sebagai konsekuensi tambahan dari hal di atas, serigalapun harus sabar membututi hewan buruan dari suatu tempat ke tempat lain.

Pada saat eksekusipun, kesabaran Serigala terlihat sabar. Mereka akan berkejar-kejaran secara Marathon dengan hewan buruannya bisa hingga 180km!

Bagaimana dengan terkaman-terkaman mematikan? Sayangnya itupun tidak dimiliki Serigala. Jadi mereka hanya akan menggiti berulang-ulang korbannya dan membuat korban lemas kehabisan darah.
Dan yang paling unik adalah setelah mereka berhasil mendapatkan buruan, maka Serigala akan sabar mengantri sesuai umur untuk giliran makan. Selapar apapun mereka.

Kemudian yang mengharukan dari drama perburuan itu adalah, betapa sekelompok serigala pemburu akan sabar menenteng pulang daging segar hasil buruan itu dan memberikan kepada para Serigala betina dan anak-anak mereka, betapapun jauhnya jarak yang ditempuh, tanpa meng-korupsi sedikitpun daging itu diperjalanan.

Renungkan fakta-fakta ‘sabar’ di atas. Lalu bandingkan dengan kita, manusia.

Apakah kita cukup sabar menghadapi semua tantangan, pencobaan, kesusahan hidup, apalagi mengetahui ada BAPA di atas sana yang pasti selalu terlibat untuk mendatangkan kebaikan dalam hidup anak-anak-Nya.

Seringkali kekalahan, kegagalan terjadi bukan karena kita kurang cerdas, kurang modal, kurang kuat..dan sebagainya, namun hanya karena kurang sabar.

Kita bisa berdalih bahwa teknologi, persaingan, kemacetan lalu lintas yang membuat kita kehilangan kesabaran kita. Mereka memaksa kita bereaksi secepat-cepatnya. Merekalah yang membentuk kita seperti sekarang ini. Namun jika direnungkan lebih dalam, bukankah kita seharusnya menempatkan diri sebagai ‘subyek’ dan bukan ‘obyek’ (korban) keadaan? Sebagai ‘pemimpin’ dan bukan sekedar ‘ciptaan biasa’? Menjadi ‘Rahmat’ dan bukan ‘bulan-bulanan’ bagi semesta? Sepertinya kita harus mengambil alih posisi kita sebagai manager-nya Allah. Dan sabar, adalah syarat sekaligus kekuatan dalam menggenapinya. (*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar